https://journal.univgresik.ac.id/index.php/dutahukum/issue/feedDuta Hukum2024-11-15T00:00:00+07:00Yati Vitria, S.H., M.Hyativitria31@gmail.comOpen Journal Systems<p>Jurnal penelitian bidang hukum fakultas hukum universitas Gresik adalah wadah publikasi online skripsi Mahasiswa dan Dosen khusus keilmuwan di bidang hukum</p> <p>1. Hukum Tata Negara</p> <p>2. Hukum Pidana</p> <p>3. Hukum Perdata</p> <p>4. Hukum Administrasi Negara</p> <p>5. Hukum Pajak</p> <p>6. Hukum Perbankan dan yang lainya.</p>https://journal.univgresik.ac.id/index.php/dutahukum/article/view/251Ganti Rugi Akibat Perbuatan Melanggar Hukum Dalam Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Kasus Nomor 22/Pid.Sus/2021/PN.Pli)2024-09-26T10:02:14+07:00Kresna Yudha Patiwellawlays973@gmail.comzakiahadmin@gmail.com<p>Dewasa ini sanksi ganti kerugian tidak hanya merupakan bagian dari hukum perdata, tetapi juga telah masuk ke dalam<br>hukum Pidana. Perkembangan ini terjadi karena semakin meningkatnya perhatian masyarakat dunia terhadap korban<br>tindak pidana, seperti korban kecelakaan lalu lintas. Penulis mengangkat dua permasalahan. yaitu: 1) Bagaiman<br>bentuk ganti rugi akibat perbuatan melanggar hukum dalam kecelakaan lalu lintas; dan 2) Apakah pertimbangan<br>hakim terhadap kecelakaan lalu lintas dalam Putusan Perkara Nomor 22/Pid.Sus/2021/PN.Pli sudah memenuhi unsur<br>keadilan. Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan tiga metode pendekatan antara lain<br>pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan<br>kasus (case approach). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pemberian ganti kerugian secara materil dan immateril<br>dalam Putusan Perkara Nomor 22/Pid.Sus/2021/PN.Pl yang dapat dimintakan jika korban kecelakan lalu lintas jalan<br>meninggal dunia karena perbuatan melanggar hukum maka suami/istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si<br>korban, yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban, mempunyai hak menuntut suatu ganti rugi, yang<br>harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan sebagaimana penjelasan<br>Pasal 1370 KUHPerdata</p>2025-01-16T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Duta Hukumhttps://journal.univgresik.ac.id/index.php/dutahukum/article/view/220PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM PEMAKAIAN MEREK DAGANG YANG PERSIS PADA POKOKNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 22 PK/Pdt.Sus-HKI/2022)2024-08-21T11:31:12+07:00Dina Agusti Rahayudinaagustir@gmail.comRizki Kurniawanriskikurniawanshmh@gmail.com<p><strong>A</strong><strong>bstrak</strong></p> <p> Fungsi daya pembeda adalah untuk mengetahui apakah ada persamaan pada pokoknya dengan merek lain. Penjelasan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menerangkan bahwa ‘persamaan pada pokoknya’ adalah kemiripan yang diakibatkan karena unsur yang dominan pada merek., rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimana penyelesaian sengketa merek penggunaan kata “Strong” antara Formula dengan Pepsodent dan Bagaimana pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara Nomor: 22 PK/Pdt.Sus-HKI/2022.</p> <p>Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dengan mengkaji ketentuan perundangan-undangan, konseptual dan kasus. Kesimpulan yang didapat yaitu Penyelesaian perkara merek “Strong” berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yaitu dilakukan secara perdata dengan mengajukan gugatan ganti rugi ke pengadilan niaga. Bahwa<strong>:</strong> a. kata Strong bukanlah kata temuan Penggugat dan kata tersebut mengandung arti “kuat” atau merupakan kata keterangan; b. fakta hukum bahwa kata “Strong” yang ada pada merek Tergugat adalah kata keterangan pada merek Pepsodent milik Tergugat.</p> <p>Saran penulis adalah Perlunya Untuk lebih meningkatkan pelindungan terhadap merek, maka diharapkan adanya perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dengan menambahkan beberapa pasal penjelasan terkait penyelesaian perkara merek.</p>2025-01-08T00:00:00+07:00Copyright (c) 2025 Duta Hukumhttps://journal.univgresik.ac.id/index.php/dutahukum/article/view/225TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM HUBUNGAN SEKSUAL BAGI SUAMI TERHADAP ISTRI DITINJAU DARI PASAL 8 HURUF A UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA2024-08-21T11:37:27+07:00KHUSNUL KHAMIDAH UNIVERSITAS GRESIKmida.equino26@gmail.comPrihatin Effendiadmin@gmail.com<p>Kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa kekerasan fisik, psikologis, seksual dan ekonomi. Aktivitas seksual yang dilakukan suami terhadap istri dengan tidak memperhatikan hak istri maupun keadaan istri yang tidak memungkinkan untuk bisa melayani suami sebagaimana mestinya juga dapat disebut sebagai pemaksaan., rumusan masalah penelitian ini adalah : Apakah tindakan pemaksaan suami terhadap istri untuk melakukan hubungan badan termasuk dalam rumusan Pasal 8 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bagaimana perlindungan hukum bagi istri atas tindakan pemaksaan hubungan badan oleh suami.</p> <p>Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dengan mengkaji ketentuan perundangan-undangan, konseptual dan kasus. Kesimpulan yang didapat yaitu Kekerasan seksual dalam rumah tangga adalah hubungan seksual antara pasangan suami istri yang dilakukan dengan kekerasan, paksaan, ancaman atau dengan cara-cara yang tidak diinginkan oleh pasangan. Perlindungan korban kekerasan yakni tahap <em>preventif</em> melalui perlindungan sementara dari kepolisian dan atau perlindungan pengadilan, penempatan korban pada “rumah aman,”.</p> <p>Saran penulis adalah Salah satu upaya mengurangi tindak kekerasan seksual dengan memberikan pemahaman gender yang baik dalam lingkup rumah tangga. Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di wilayah Pusat maupun daerah mengadakan pendidikan pra nikah terkait pasangan muda mudi yang akan menikah.</p> <p> </p>2025-01-08T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Duta Hukumhttps://journal.univgresik.ac.id/index.php/dutahukum/article/view/238TANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU USAHA ATAS PEREDARAN SEDIAAN FARMASI BERUPA KOSMETIK TANPA IZIN EDAR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2023 TENTANG KESEHATAN 2024-09-17T11:24:31+07:00Anita Julianaanitajuliana932@gmail.comSuyantoadmin@gmail.com<p>Ketentuan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menyebutkan : “Sediaan Farmasi adalah Obat, Bahan Obat, Obat Bahan AIam, termasuk bahan Obat Bahan Alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan obat kuat”., rumusan masalah penelitian ini adalah : Bagaimana tanggungjawab pelaku usaha dalam peredaran sediaan farmasi berupa kosmetik tanpa izin edar dan Bagaimana perlindungan hukum terhadap korban atas peredaran kosmetik tanpa izin edar menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dengan mengkaji ketentuan perundangan-undangan, konseptual dan kasus.</p> <p>Kesimpulan yang didapat yaitu Bentuk tanggungjawab terhadap kejahatan peredaran kosmetik tanpa izin edar diancam dalam Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menyebutkan: “Setiap Orang yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/ atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/ kemanfaatan. Perlindungan hukum terhadap korban peredaran sediaan farmasi berupa kosmetik adalah melalui pemberian restitusi, kompensansi, pelayanan media, dan bantuan hukum. </p> <p>Saran penulis adalah konsumen harus lebih berhati-hati dan bersikap kritis dalam membeli kosmetik, apakah barang tersebut sudah memiliki izin edar atau merupakan barang yang ilegal. Pelaku usaha dalam mengedarkan produk kosmetik harus memperhatikan izin edar yang sudah diatur oleh BPOM.Ketentuan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menyebutkan : “Sediaan Farmasi adalah Obat, Bahan Obat, Obat Bahan AIam, termasuk bahan Obat Bahan Alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan obat kuat”., rumusan masalah penelitian ini adalah : Bagaimana tanggungjawab pelaku usaha dalam peredaran sediaan farmasi berupa kosmetik tanpa izin edar dan Bagaimana perlindungan hukum terhadap korban atas peredaran kosmetik tanpa izin edar menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dengan mengkaji ketentuan perundangan-undangan, konseptual dan kasus.<br>Kesimpulan yang didapat yaitu Bentuk tanggungjawab terhadap kejahatan peredaran kosmetik tanpa izin edar diancam dalam Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menyebutkan: “Setiap Orang yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/ atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/ kemanfaatan. Perlindungan hukum terhadap korban peredaran sediaan farmasi berupa kosmetik adalah melalui pemberian restitusi, kompensansi, pelayanan media, dan bantuan hukum. <br>Saran penulis adalah konsumen harus lebih berhati-hati dan bersikap kritis dalam membeli kosmetik, apakah barang tersebut sudah memiliki izin edar atau merupakan barang yang ilegal. Pelaku usaha dalam mengedarkan produk kosmetik harus memperhatikan izin edar yang sudah diatur oleh BPOM.</p>2025-01-08T00:00:00+07:00Copyright (c) 2024 Duta Hukum