BATASAN KEWENANGAN PENYIDIK KEPOLISIAN DALAM KAITAN TERHADAP TERJADINYA SALAH PENANGKAPAN ATAU ERROR IN PERSONA
Abstract
Salah dalam penangkapan, yang disebut sebagai “error in persona”, telah mengakibatkan sejumlah pelanggaran hak
asasi manusia yang dilakukan oleh penyidik ketika mereka sedang dalam proses menangkap seseorang yang dianggap
bersalah. Penulis mengangkat dua permasalahan. yaitu: 1). Bagaimana batasan kewenangan penyidik kepolisian
dalam proses penangkapan dalam Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP) di Indonesia; 2) Bagaimana bentuk
pertanggungjawaban penyidik kepolisian terhadap terjadinya salah penangkapan atau error in persona berdasarkan
hukum positif di Indonesia. Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan 3 (tiga) metode
pendekatan antara lain pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan perundang-undangan (statute
approach), dan pendekatan kasus (case approach). Hasil Penelitian ini bahwa batasan kewenangan penyidik
kepolisian dalam proses penangkapan dalam Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP) memang tidak diatur
secara jelas namun penyidik kepolisian tidak secara serta-merta dapat melakukan kegiatan penyidikan dengan
semaunya, melainkan ada juga batasan-batasan yang harus diikuti oleh penyidik tersebut agar tidak melanggar Hak
Asasi Manusia (HAM) mengingat kekuasaan penyidik dalam melakukan rangkaian tindakan tersebut terlampau besar.
Batasan-batasan kegiatan penyidik tersebut terdapat pada Pasal 13 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam
Penyelenggaraan Tugas Kepolisan Republik Indonesia